Sejarah Timbulnya Berbagai Macam Kebudayaan Daerah


Sejarah Timbulnya Berbagai Macam Kebudayaan Daerah
          Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat dengan tingkat keanekaragaman yang sangat kompleks. Masyarakat dengan berbagai keanekaragaman tersebut dikenal dengan istilah mayarakat multikultural. Bila kita mengenal masyarakat sebagai sekelompok manusia yang telah cukup lama hidup dan bekerja sama sehingga mereka mampu mengorganisasikan dirinya dan berfikir tentang dirinya sebagai satu kesatuan sosial dengan batas-batas tertentu (Linton), maka konsep masyarakat tersebut jika digabungkan dengan multikurtural memiliki makna yang sangat luas dan diperlukan pemahaman yang mendalam untuk dapat mengerti apa sebenarnya masyarakat multikultural itu.
          Multikultural dapat diartikan sebagai keragaman atau perbedaan terhadap suatu kebudayaan dengan kebudayaan yang lain. Sehingga masyarakat multikultural dapat diartikan sebagai sekelompok manusia yang tinggal dan hidup menetap di suatu tempat yang memiliki kebudayaan dan ciri khas tersendiri yang mampu membedakan antara satu masyarakat dengan masyarakat yang lain. Setiap masyarakat akan menghasilkan kebudayaannya masing-masing yang akan menjadi ciri khas bagi masyarakat tersebut.
          Dari sinilah muncul istilah multikulturalisme. Banyak definisi mengenai multikulturalisme, diantaranya multikulturalisme pada dasarnya adalah pandangan dunia -yang kemudian dapat diterjemahkan dalam berbagai kebijakan kebudayaan- yang menekankan tentang penerimaan terhadap realitas keragaman, pluralitas, dan multikultural yang terdapat dalam kehidupan masyarakat. Multikulturalisme dapat juga dipahamni sebagai pandangan dunia yang kemudian diwujudkan dalam “politics of recognition” (Azyumardi Azra, 2007). Lawrence Blum mengungkapkan bahwa multikulturalisme mencakup suatu pemahaman, penghargaan dan penilaian atas budaya seseorang, serta penghormatan dan keingintahuan tentang budaya etnis orang lain. Berbagai pengertian mengenai multikulturalisme tersebut dapat ddisimpulkan bahwa inti dari multikulturalisme adalah mengenai penerimaan dan penghargaan terhadap suatu kebudayaan, baik kebudayaan sendiri maupun kebudayaan orang lain. Setiap orang ditekankan untuk saling menghargai dan menghormati setiap kebudayaan yang ada di masyarakat. Apapun bentuk suatu kebudayaan harus dapat diterima oleh setiap orang tanpa membeda-bedakan antara satu kebudayaan dengan kebudayaan yang lain.
          Pada dasarnya, multikulturalisme yang terbentuk di Indonesia merupakan akibat dari kondisi sosio-kultural maupun geografis yang begitu beragam dan luas. Menurut kondisi geografis, Indonesia memiliki banyak pulau dimana stiap pulau tersebut dihuni oleh sekelompok manusia yang membentuk suatu masyarakat. Dari masyarakat tersebut terbentuklah sebuah kebudayaan mengenai masyarakat itu sendiri. Tentu saja hal ini berimbas pada keberadaan kebudayaan yang sangat banyak dan beraneka ragam.
          Dalam konsep multikulturalisme, terdapat kaitan yang erat bagi pembentukan masyarakat yang berlandaskan bhineka tunggal ika serta mewujudkan suatu kebudayaan nasional yang menjadi pemersatu bagi bangsa Indonesia. Namun, dalam pelaksanaannya masih terdapat berbagai hambatan yang menghalangi terbentuknya multikulturalisme di masyarakat.

Multikultural dapat terjadi di Indonesia karena:
1. Letak geografis Indonesia
2. Perkawinan campur
3. Iklim
4. Perdagangan

faktor –faktor utama tersebut berperan dalam membentuk budaya Indonesia saat ini yang begitu beragam. Dalam perkembangannya,Unsur religi melatar belakangi perkembangan budaya. Unsur tersebut melahirkan pandangan hidup dan Pola pikir. Religi selalu hadir dalam bentuk apa pun di setiap kebudayaan etnik di dunia. Tak terkecuali etnik di Nusantara. Bentuk Religi dalam wujudnya yang paling pertama adalah menghormati kekuatan yang mengisi ruang alam. Kekuatan tersebut mencakup kekuatan negatif maupun positif. Tak bisa disangkal bahwa kedua kekuatan tersebut hadir dalam kehidupan manusia. Kekuatan tidak berbentuk dan dapat menghuni berbagai ruang seperti bebatuan, sungai, pepohonan atau lembah.



Budaya Indonesia mulai berkembang sejak Zaman:
1.        Zaman Batu Tua (Paleolitikum)
Periode zaman ini adalah antara tahun 50.000 SM - 10.000 SM. Pada zaman ini, manusia hidup secara nomaden dalam kumpulan kecil untuk mencari makanan. Mereka memburu binatang, menangkap ikan dan mengambil hasil hutan sebagai makanan. Mereka belum bisa bercocok tanam. Mereka menggunakan batu, kayu dan tulang binatang untuk membuat peralatan memburu. Mereka membuat pakaian dari kulit binatang tangkapan mereka. Selain itu, mereka telah pandai menggunakan api untuk memasak, memanaskan badan dan mengusir binatang.
2.         Zaman Batu Pertengahan (Mesolitikum)
Ketika masa mesolitikum, penduduk Indonesia sudah mulai hidup dengan cara menetap dan sudah mulai bercocok tanam secara sederhana untuk memenuhi kebutuhan makanan mereka, disamping berburu hewan dan menangkap ikan. Tempat tinggal yang mereka pilih umumnya berlokasi di tepi pantai (kjokkenmoddinger) dan goa-goa (abris sous roche). Kjokkenmoddinger adalah sampah dapur yang berisi siput, kerang dan barang-barang hasil kebudayaan seperti kapak genggam, ditemukan di sepanjang pantai timur Pulau Sumatera.
     Abris sous roche adalah goa menyerupai ceruk batu karang yang digunakan manusia sebagai tempat tinggal. Ditemukan didaerah Madiun, Besuki, Timor dan Rote.
3.           Zaman Batu Muda (Neolitikum)
Zaman batu muda (Neolitikum) benar-benar membawa revolusi dalam kehidupan manusia. Pada zaman ini, mereka telah hidup menetap, membuat rumah, membentuk kelompok masyarakat desa, bertani dan berternak untuk memenuhi kebutuhan hidup. Sejalan dengan itu revolusi alat-alat penunjang kehidupanpun terjadi.



          Setelah masa Neolitikum, kemudian kebudayaan Indonesia berlanjut kemasa zaman logam. Hal ini ditandai dengan dikenalnya tekhnik untuk mengecor / mencairkan logam dari biji besi, dan menuangkan kedalam cetakan-cetakan serta mendinginkannya.
          Pada masa kekuasaan Hindu-Buddha, masyarakat bisa mencapai kejayaan. Masyarakat saat ini masih merasa ikut memiliki peninggalan peradaban tersebut, misalnya peninggalan kerajaan Sriwijaya atau Mataram Kuno. Peninggalan tersebut rupanya bisa dimanfaatkan menjadi sumber penghidupan masyarakat saat ini. Wisatawan berdatangan untuk melihat peninggalan sejarah yang dijadikan sebagai objek wisata, mengagumi kejayaan masa lalu. Hal itu membuktikan bahwa sistem sosial masyarakat di masa lalu tidaklah buruk, bahkan mereka mampu membangun karya monumental yang membanggakan.
          Masa kejayaan Islam merupakan kebanggaan bagi sebagian masyarakat. Hal itu ditimbulkan dari anggapan bahwa keberhasilan penyebar agama Islam mampu menanamkan kekuasaan di Nusantara. Masyarakat yang tadinya tidak beragama / kafir, bisa diubah menjadi masyarakat yang bermartabat dan agamis. Agama Islam menjadi rujukan pembuatan tata nilai atau seluruh tindakan sosial di Nusantara.
          Beberapa kesultanan didirikan oleh bangsa Arab atau setidaknya mengadopsi nama-nama Arab yang menandakan mereka adalah Islam. Istilah “sulthan” menjadi sebutan bagi penguasa di berbagai kerajaan kecil yang mampu bertahan. Pertikaian antarkelompok mewarnai kerajaan-kerajaan Islam. Di Aceh, pengikut Hamzah Fansyuri diburu dan seluruh buku karangan Hamzah Fansyuri pun dibakar. Pengikut Ar Raniri, orang Arab dari Kerala, membantu mempertahankan kelangsungan Islam di Aceh.
          Penyebar Islam di Jawa kebanyakan merujuk pada satu dewan wali yang dikenal dengan Walisongo. Beberapa anggotanya seperti Sunan Kalijogo, Sunan Kudus, Sunan Bonang, Sunan Giri, Sunan Gunung Jati, kyai Pandan Aran masih menjadi tokoh yang sangat dikagumi hingga masa kini. Di Sulawesi ada kesan khusus pada satu tokoh Islam karena dianggap sebagai simbol perlawanan pada kaum kafir, orang Belanda, yaitu Syeh Yusuf yang diasingkan ke Afrika Selatan.

          Masyarakat Islam Indonesia pada masa kini belum berhasil menghasilkan sesuatu yang bermakna. Mungkin satu-satunya peninggalan kerajaan Islam yang tersisa adalah “Serat Centhini di Jawa”, yang berupa sebuah ensiklopedi yang cukup tebal. Serat itu mungkin hanya tertandingi oleh “La Galigo” dari Sulawesi Selatan yang mungkin dibuat pada masa Kerajaan Sawungaling. Masyarakat saat ini tidak mampu bersatu untuk menciptakan karya-karya monumental seperti masa dahulu.

Masa pendudukan Belanda di Indonesia merupakan masa-masa paling gelap.Bangsa Indonesia sama sekali tidak memiliki kesempatan untuk berkembang sebagai suatu bangsa yang mandiri. Kita hanya bisa mengagumi bagaimana bangsa Jepang mampu bertahan dan melakukan restorasi Meiji yang terkenal sehingga menyejajarkan kedudukan Jepang dengan bangsa-bangsa Barat.
          Selanjutnya, orang-orang yang digolongkan ke kelompok ‘abangan’ ini mampu melahirkan ide-ide cemerlang untuk bangsa. Kita semua mengenal nama-nama seperti Tan Malaka, Douwes Dekker, atau bahkan Bung Karno. Tokoh-tokoh tersebut telah merintis jalur ke arah kemerdekaan dan memungkinkan pembebasan bangsa ini dari segala bentuk penjajahan baik fisik, ekonomi, dan mental spiritual.
          Sejak 1945, setelah Jepang menyerah pada sekutu, bangsa Indonesia merasa bebas dan bersatu mendirikan negara Indonesia. Undang-undang Dasar 1945 dan Pancasila menjadi landasan falsafah bangsa. Sebagai landasan idiologi yang mengambarkan ciri khas negara indonesia tidak di miliki negara lain


REFERENSI
Dewantara, Ki Hajar. 1994. ”Kebudayaan”. Penerbit Majelis Luhur Persatuan Tamansiswa; Yogyakarta.

Komentar

Postingan Populer