Faktor-faktor Yang Menyebabkan Timbulnya Anarkis
Faktor-faktor
Yang Menyebabkan Timbulnya Anarkis
Anarkis
Kata anarki
adalah sebuah kata serapan dari anarchy (bahasa Inggris) dan anarchie
(Belanda/Jerman/Perancis), yang juga mengambil dari kata Yunani anarchos/anarchia.
Ini merupakan kata bentukan a (tidak/tanpa/nihil) yang disisipi n dengan
archos/ archia (pemerintah/kekuasaan). Anarchos/anarchia = tanpa pemerintahan.
Sedangkan Anarkis berarti orang yang mempercayai dan menganut anarki. Indonesia
memiliki banyak komunitas anarkis yang benar benar hidup dan eksistensinya
memang ada, pengertian anarki di Indonesia masihlah amat sempit di akibatkan
pembodohan pemerintahannya yang tidak mau tersaingi dan mempengaruhi semua
elemen masyarakat dengan pembohongan publik tentang apa sebenarnya anarki itu.
Anarkisme atau
dieja anarkhisme yaitu suatu paham yang mempercayai bahwa segala bentuk negara,
pemerintahan, dengan kekuasaannya adalah lembaga-lembaga yang menumbuhsuburkan
penindasan terhadap kehidupan, oleh karena itu negara, pemerintahan, beserta
perangkatnya harus dihilangkan/dihancurkan.
Secara spesifik
pada sektor ekonomi, politik, dan administratif, Anarki berarti koordinasi dan
pengelolaan, tanpa aturan birokrasi yang didefinisikan secara luas sebagai
pihak yang superior dalam wilayah ekonomi, politik dan administratif (baik pada
ranah publik maupun privat).
Di seluruh dunia, jumlah anarkis cukup banyak karena
keberadaan mereka sudah lebih dua abad. Pluralitas pandangan tak bisa
dihindari. Meski demikian, garis merah anarkisme konsisten dan prinsip
terfundamentalnya transparan. Maka ia mudah ditelusuri, sebab hakikat anarki
itu cuma menyangkut empat garis merah berikut.
- anarki
adalah perindu kebebasan martabat individu. Ia menolak segala bentuk
penindasan. Jika penindas itu kebetulan pemerintah, ia memilih masyarakat
tanpa pemerintah. Jadi, anarki sejatinya bumi utopis yang dihuni
individu-individu yang ogah memiliki pemerintahan dan menikmati kebebasan
mutlak.
- konsekuensi
butir pertama adalah, anarki lalu antihirarki. Sebab hirarki selalu berupa
struktur organisasi dengan otoritas yang mendasari cara penguasaan yang
menindas. Bukannya hirarki yang jadi target perlawanan, melainkan
penindasan yang menjadi karakter dalam otoritas hirarki tersebut.
- anarkisme
adalah paham hidup yang mencita-citakan sebuah kaum tanpa hirarki secara sospolekbud
yang bisa hidup berdampingan secara damai dengan semua kaum lain dalam
suatu sistem sosial. Ia memberi nilai tambah, sebab memaksimalkan
kebebasan individual dan kesetaraan antar individu berdasarkan kerjasama
sukarela antarindividu atau grup dalam masyarakat.
- tiga
butir di atas adalah konsekuensi logis mereaksi fakta sejarah yang telah
membuktikan, kemerdekaan tanpa persamaan cuma berarti kemerdekaan para
penguasa, dan persamaan tanpa kemerdekaan cuma berarti perbudakan.
Sejumlah karya pikir para humanis dewasa ini semisal Noam
Chomsky, Colin Ward, O'Hara dan Murray Bookchin, mengandung prinsip garis merah
anarkisme. Bahkan mereka acapkali didaftar sebagai kaum anarkis. Muara dari
deret panjang karya tulis dan berbagai kegiatan lain kaum anarkis adalah empat
garis merah di atas. Untuk mengontrol konsistensi garis merah tersebut, berikut
ini empat contoh keyakinan kaum anarkis.
1.
Anarkisme adalah sebuah sistem sosialis tanpa pemerintahan.
Ia dimulai di antara manusia, dan akan mempertahankan vitalitas dan
kreativitasnya selama merupakan pergerakan dari manusia (Peter Kropotkin).
2.
penghapusan eksploitasi dan penindasan manusia
hanya bisa dilakukan lewat penghapusan dari kapitalisme yang rakus dan
pemerintahan yang menindas (Errico Malatesta).
3.
kebebasan tanpa sosialisme adalah ketidakadilan,
dan sosialisme tanpa kebebasan adalah perbudakan dan kebrutalan (Mikhail
Bakunin).
4.
kami tidak perlu merangkul dan menggantungkan
hidup kepada pengusaha kaya sebab ujungnya mereka untung dan kami buntung.
Tanpa mereka, kami tetap bisa mengorganisasikan pertunjukan, acara,
demonstrasi, mempublikasikan buku dan majalah, menerbitkan rekaman,
mendistribusikan literatur dan semua produk kami, mengadakan boikot, dan
berpartisipasi dalam aktivitas politik. Dan kami dapat melakukan semua itu
dengan baik (O'Hara).
Akibat
logis sikap anarki di atas, maka ia menentang tujuh isme dan kondisi yang
merecoki cita-citanya, sebagai berikut.
1.
melawan kapitalisme – biang diskriminasi ekonomis
ialah selalu berujung pada privilese lapisan atas. Kaum anarkis, sebagai bagian
sirkuit masyarakat lapisan bawah, yakin bisa melakukan banyak hal secara
independen.
2.
melawan rasisme. Kaum anarkis menandaskan semua
bangsa, ras, warna kulit, dan golongan adalah sederajat.
3.
melawan sexisme. Kaum anarkis menganggap semua
jenis seks: wanita, pria, dan bahkah di luar dua jenis seks itu, memiliki hak
yang sama atas apapun.
4. melawan fasisme atau supranasionalis. Kaum
anarkis beranggapan tak ada bangsa yang
melebihi bangsa lain. Semua setaraf dalam perbedaannya.
5. melawan xenophobia - ketakutan dan kebencian
apriori pada hal baru atau asing. Kaum
anarkis melawannya sebab xenophobia bisa berkembang
jadi fasisme ialah anti terhadap dan menganggap buruk semua hal dari luar.
6. melawan perusakan lingkungan, habitat dan
segala bentuk perusakan dan atau
tindakan kekerasan terhadap semua makhluk hidup. Maka kaum anarkis menentang segala bentuk percobaan dengan
hewan. Itu berarti
sewenang-wenang terhadap kehidupan. Padahal, kehidupan tak bisa diciptakan manusia, harus dihargai.
Maka banyak kaum anarkis yang hidup
vegetarian.
7. melawan perang dan 1.001 sumber, alat dan
perkakasnya, misalnya militerisme.
Bagi kaum anarkis, segala bentuk kekerasan atau penghancuran kehidupan adalah nista. Perang adalah sesuatu
hal yang sangat tidak
berguna bagi dunia dan penghuninya. Maka segala sumbernya harus segera dihapuskan.
Anarkisme
dan kekerasan
Dalam sejarahnya, para anarkis dalam berbagai
gerakannya kerap kali menggunakan kekerasan sebagai metode yang cukup ampuh
dalam memperjuangkan ide-idenya, seperti para anarkis yang terlibat dalam
kelompok Nihilis di Rusia era Tzar, Leon Czolgosz, grup N17 di Yunani. Slogan
para anarkis Spanyol pengikutnya Durruti yang berbunyi:
“ Terkadang cinta hanya dapat berbicara melalui
selongsong senapan ”
Yang sangat sarat akan penggunaan kekerasan
dalam sebuah metode gerakan. Penggunaan kekerasan dalam anarkisme sangat
berkaitan erat dengan metode propaganda by the deed, yaitu metode gerakan dengan
menggunakan aksi langsung (perbuatan yang nyata) sebagai jalan yang ditempuh,
yang berarti juga melegalkan pengrusakan, kekerasan, maupun penyerangan. Selama
hal tersebut ditujukan untuk menyerang kapitalisme ataupun negara.
Namun demikian, tidak sedikit juga dari para
anarkis yang tidak sepakat untuk menjadikan kekerasan sebagai suatu jalan yang
harus ditempuh. Dalam bukunya What is Communist Anarchist,pemikir anarkis
Alexander Berkman menulis:
"Anarkisme
bukan Bom, ketidakteraturan atau kekacauan. Bukan perampokan dan pembunuhan.
Bukan pula sebuah perang di antara yang sedikit melawan semua. Bukan berarti
kembali kekehidupan barbarisme atau kondisi yang liar dari manusia. Anarkisme
adalah kebalikan dari itu semua. Anarkisme berarti bahwa anda harus bebas.
Bahwa tidak ada seorangpun boleh memperbudak anda, menjadi majikan anda,
merampok anda, ataupun memaksa anda. Itu berarti bahwa anda harus bebas untuk
melakukan apa yang anda mau, memiliki kesempatan untuk memilih jenis kehidupan
yang anda mau serta hidup di dalamnya tanpa ada yang mengganggu, memiliki
persamaan hak, serta hidup dalam perdamaian dan harmoni seperti saudara.
Berarti tidak boleh ada perang, kekerasan, monopoli, kemiskinan, penindasan,
serta menikmati kesempatan hidup bersama-sama dalam kesetaraan."(Alexander
Berkman, What is Communist Anarchist 1870 - 1936)
Dari berbagai selisih paham antar anarkis
dalam mendefinisikan suatu ide kekerasan sebagai sebuah metode, kekerasan
tetaplah bukan merupakan suatu ide eksklusif milik anarkisme, sehingga
anarkisme tidak bisa dikonotasikan sebagai kekerasan, seperti makna tentang
anarkisme yang banyak dikutip oleh berbagai media di Indonesia yang berarti
sebagai sebuah aksi kekerasan. Karena bagaimanapun kekerasan merupakan suatu
pola tingkah laku alamiah manusia yang bisa dilakukan oleh siapa saja dari
kalangan apapun.
‘Penyebab’ anarkisme massa
makin sering terjadi akhir-akhir ini.
Kekecewaan dan Kemarahan masyarakat
Masyarakat kecewa dan marah terhadap otoritasnya sehingga mereka berdemo memprotes kebijakan pemerintah, lalu merusak sarana prasarana umum yang notabene milik negara. Masyarakat tidak merasakan puas dengan kinerja pemimpinnya.
Masyarakat Indonesia Makin Kritis dan Cerdas
Jika zaman orde baru dan orde lama masyarakat tunduk dan taat kepada yang diatas, tidak dengan masa sekarang. Masyarakat sudah semakin cerdas dan kritis menanggapi apa yang terjadi di sekitarnya.
Banyaknya Or-Mas
Organisasi-Organisasi Masyarakat menjamur saat ini, sesuai dengan undang-undang kebebasan berserikat. Tidak salah ber-organisasi, tetapi apa gunanya jika organisasi-organisasi ini malah mengkotak-kotakan masyarakat dan akhirnya memicu bentrok antar ormas itu sendiri. Ormas yang saling tegang dan bertentangan prinsip, sering bentrok dan malah meresahkan masyarakat.
Peran Media
Prof. Sarlito Wirawan mengungkapkan dalam dialog di satu televisi swasta; “media secara tidak sadar menyajikan contoh anarkisme, yang akhirnya memanaskan suasana dan menjadi sebuah contoh untuk masyarakat yang menyaksikan…”.
Aparat Keamanan Hilang Wibawa
Entah kenapa pamor Kepolisian dan SatPol PP sekarang ini melorot. Masyarakat sudah tidak segan lagi dengan sosok pengayom masyarakat ini. Mungkin ada kekecewaan dan cap buruk terhadap instansi Polri dan Pamong Praja ini. Buktinya setiap ada kerusuhan (contoh peristiwa penggusuran makam mbah priok), massa sama sekali tidak gentar dengan polisi atau satpol PP bersenjata bahkan massa menyerang dan memukulo mundur aparat keamanan.
Kebebasan di Negara Demokrasi
Prinsip Demokrasi adalah kebebasan berpendapat, dengan cara apapun. Pada massa Orde Baru orang-orang yang kritis dan vocal dibungkam dan ditekan, sekarang mereka memanfaatkan ‘kebebasan’ ini untuk mengeluarkan pendapat mereka. Lalu masyarakat menjadi sering berdemonstasi, yang katanya adalah ‘wajar’ sebagai wujud pendewasaan demokrasi. Terkadang ‘kebebasan’ demokrasi menjadi ‘kebablasan’ (kelewatan).
Kekecewaan dan Kemarahan masyarakat
Masyarakat kecewa dan marah terhadap otoritasnya sehingga mereka berdemo memprotes kebijakan pemerintah, lalu merusak sarana prasarana umum yang notabene milik negara. Masyarakat tidak merasakan puas dengan kinerja pemimpinnya.
Masyarakat Indonesia Makin Kritis dan Cerdas
Jika zaman orde baru dan orde lama masyarakat tunduk dan taat kepada yang diatas, tidak dengan masa sekarang. Masyarakat sudah semakin cerdas dan kritis menanggapi apa yang terjadi di sekitarnya.
Banyaknya Or-Mas
Organisasi-Organisasi Masyarakat menjamur saat ini, sesuai dengan undang-undang kebebasan berserikat. Tidak salah ber-organisasi, tetapi apa gunanya jika organisasi-organisasi ini malah mengkotak-kotakan masyarakat dan akhirnya memicu bentrok antar ormas itu sendiri. Ormas yang saling tegang dan bertentangan prinsip, sering bentrok dan malah meresahkan masyarakat.
Peran Media
Prof. Sarlito Wirawan mengungkapkan dalam dialog di satu televisi swasta; “media secara tidak sadar menyajikan contoh anarkisme, yang akhirnya memanaskan suasana dan menjadi sebuah contoh untuk masyarakat yang menyaksikan…”.
Aparat Keamanan Hilang Wibawa
Entah kenapa pamor Kepolisian dan SatPol PP sekarang ini melorot. Masyarakat sudah tidak segan lagi dengan sosok pengayom masyarakat ini. Mungkin ada kekecewaan dan cap buruk terhadap instansi Polri dan Pamong Praja ini. Buktinya setiap ada kerusuhan (contoh peristiwa penggusuran makam mbah priok), massa sama sekali tidak gentar dengan polisi atau satpol PP bersenjata bahkan massa menyerang dan memukulo mundur aparat keamanan.
Kebebasan di Negara Demokrasi
Prinsip Demokrasi adalah kebebasan berpendapat, dengan cara apapun. Pada massa Orde Baru orang-orang yang kritis dan vocal dibungkam dan ditekan, sekarang mereka memanfaatkan ‘kebebasan’ ini untuk mengeluarkan pendapat mereka. Lalu masyarakat menjadi sering berdemonstasi, yang katanya adalah ‘wajar’ sebagai wujud pendewasaan demokrasi. Terkadang ‘kebebasan’ demokrasi menjadi ‘kebablasan’ (kelewatan).
Ada
dua factor utama yang merupakan dua faktor faktor penyebab terjadinya
anarkisme.
1.
Faktor Internal
Salah satu faktor yang amat mempengaruhi peubahan karakter masyarakat yang cenderung anarkis yakni faktor dari dalam masyarakat itu sendiri. Dalam hal ini anarkisme sebenarnya tidak murni hasil sumbangan budaya barat yang tidak mengenal sopan santun, namun juga sebenarnya telah berkembang dimasyarakat kita sejak zaman kerajaan atau pra-kolonial. Kita dapat mengambil contoh perang suku di Papua yang disinyalir menjadi ritual wajib dalam kebudayaan masyarakat sana. Adapun secara kultural, kita dapat mengkaji bahwa, anarkisme awalnya terbentuk dari sebuah gesekan antar suku, namun seiring dengan pola kultural yang berlaku di masyarakat papua tersebut, hal itu telah menjadi sebuah kebiasaan yang terus menerus dilakukan yang akhirnya menciptakan sebuah budaya baru. Yakni budaya kekerasan yang terjadi di kalangan masyarakat papua. Dari contoh tersebut kita dapat mengambil kesimpulan bahwa budaya kekerasan sendiri sebenarnya telah dimiliki oleh masyarakat kita sebagai sisi lain dari budaya ramah tamah yang dimiliki oleh masyarakat Indonesia pada umunya.
2.
Faktor eksternal
Globalisiasi. Sebuah kata kunci untuk mengambarkan bagaimana sebenarnya pergerseran budaya menjadi faktor eksternal dari perilaku anarkis yang selama ini terjadi. Faktor internal telah menjadi fondasi dasar atas perilaku anarkis yang berkembang di masyarakat. Disamping itu, globalisasi telah menyusupkan sebuah virus negatif sebagai sisi lain dari kemajuan zaman yang ia gaungkan. Dalam hal ini, budaya barat sebenarnya tidak murni mengharapkan terjadinya pergeseran budaya dimasyarakat kita. Namun proses filterisasi atau pemaknaan yang salah atas budaya barat yang masuk ke budaya kita menyebabkan terjadinya akulturasi yang tidak sempurna, bahkan menjurus negatif. Sebagai contoh ketika budaya sosialisme yang disalah artikan oleh lenin menjadi sebuah komunisme-leninisme. Dalam hal tersebut, sebenarnya sosialisme yang digambarkan oleh marx adalah sebuah kesetaraan sosial. Namun oleh lenin diubah sebagai cara untuk menyetarakan masyarakat dengan jalan apapun, termasuk anarkisme. Dalam kaitannya dengan masyarakat kita, hal tersebut juga terjadi dalam proses akulurasi budaya barat dengan budaya kita. Kebanyakan masyarakat hanya mengambil kesimpulan dangkal atas suatu paham dari budaya barat, tanpa menyaring budaya tersebut agar dapat sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat kita.
Dari
kedua faktor tersebut dapat kita simpulkan bahwa anarkisme yang terjadi
dimasyarakat kita saat ini didasari oleh budaya kekerasan yang ada didalam
masyarakat kita dan kemudian dipelrngkap oleh pergeseran budaya oleh karena
proses akuluturasi yang tidak sempurna atau dapat dikatakan sebagai efek
negatif dari globalisasi. Dengan menanamkan kembali nilai-nilai
ketimuran dari budaya kita semenjak usia dini (masa sekolah), sekiranya dapat
mengurangi sedkit demi sedikit budaya kekerasan yang terjadi dimasyarakat kita
saat ini. Selain itu pentingnya pengawasan dalam proses akulurasi budaya barat,
misal dalam dunia penyiaran, KPI berhak menseleksi tayangan dari luar yang
tepat bagi masyarakat kita sebagai langkah filterisasi budaya barat agar
tercipta akuluturasi yang positif. Jika kedua hal tersebut dapat
direalisasikan, maka secara bertahap anarkisme akan berkurang dalam kehidupan
masyarakat Indonesia.
REFERENSI
Komentar
Posting Komentar